Sekitar pukul 22.00 kami diantar taksi ke Terminal Bus KOMTAR di Penang. Ongkos taksi sudah termasuk kedalam tiket bus seharga 50 ringgit yang sudah kami beli di Love Lane Inn, hostel tempat kami menginap. Dari Terminal bus KOMTAR bus menuju terminal bus Sungai Nibong untuk menaikkan beberapa penumpang. Setelahnya bus meninggalkan pulau di selat Malaka itu melalui Jembatan Pulau Pinang, sebuah jembatan antar pulau terpanjang ke-6 di dunia dengan panjang total 13,5 km. Pukul 4 pagi bus tiba di Melaka Sentral, terminal bus terpadu di Melaka. Sambil menunggu pagi, kami tidur di kursi-kursi yang ada di terminal, karena bus kota menuju Bandar (Kota) Melaka baru ada jam 6 pagi.
Kondisi bus di Melaka lebih baik dari kondisi bus di Jakarta dengan harga tiket yang hanya 1 Ringgit yang saat itu nilai tukarnya masih 3000 rupiah/1 ringgit. Lagu lawas Issabela yang dinyanyikan oleh Amy Search mengiringi penumpang yang tengah duduk kedinginan karena AC bus yang berhembus cukup kencang. Sesekali kami ikut menyanyikannya.
Bus berhenti tepat di halte dekat Christ Church Melaka, tepat 20 menit dari Melaka Sentral. Masih dengan ransel dipunggung, kami keliling lokasi Red Square, menikmati suasana pagi Melaka didepan Stadhuys, gedung kediaman gubernur Belanda yang dibangun tahun 1641 dan berakhir di sebuah pasar untuk sarapan pagi yang berada disamping Museum Maritim berbentuk replika perahu, kali ini diiringi lagunya Agnes Monica.
Sengaja kami tidak booking penginapan, tapi lebih memilih go show untuk mencari penginapan di Melaka. Setelah berjalan sedikit jauh di sepanjang jalan Kampung Hulu kami sampai di Sayang-Sayang Guest House. Pemandangan belakang hostel langsung menghadap Sungai Melaka, tampak sesekali perahu-perahu wisata lalu lalang di sungai ini. Hampir semua bangunan disepanjang sungai Melaka punya bagian belakang yang menghadap langsung ke sungai, sehingga sungai ini terlihat bersih, tak ada sampah sama sekali.
Melaka memang kota yang sudah cukup tua, tercatat kota ini mulai didirikan pada awal abad ke-14 sejak era Parameswara (Raja pertama kesultanan Melaka). Penguasa Melaka pun silih-berganti mulai dari Bangsa Melayu, Portugis, Belanda, sampai Inggris. Tak heran jika di Melaka banyak bangunan peninggalan sejarah dengan arsitektur dari berbagai bangsa tersebut, mulai dari Benteng bergaya Portugis, Gereja dan Kantor Gubernur bergaya Belanda, Toko bergaya Cina, Masjid Bergaya campuran Melayu dan India, hingga pemakanan kuno bergaya Eropa.
Bandar Melaka bukanlah kota yang terlalu besar. Beberapa bangunan peninggalan sejarah terletak hampir di lokasi yang sama, jadi untuk berkeliling mengunjungi bangunan-bangunan bersejarah tersebut bisa dengan jalan kaki. Tapi untuk merasakan pengalaman bandar Melaka tempo dulu bisa juga dengan menggunakan perahu untuk menyusuri sungai Melaka.
Jika akhir pekan seperti malam Minggu, sempatkan untuk berjalan-jalan di pasar malam di Jalan Jonker. Sempatkan juga untuk mencicipi masakan Asam Padeh di Bunga Raya Pantai Food Court dekat Kampong Jawa. Beberapa kali saya ke Malaysia, baru kali itu saya makan makanan paling enak di Daratan Semenanjung itu.
Harga Printer Laser said
Melaka memang kota yang sudah cukup tua, tercatat kota ini mulai didirikan pada awal abad ke-14 sejak era Parameswara (Raja pertama kesultanan Melaka).